Jumat, 11 Maret 2011

Menyamakan Persepsi terhadap PKPS BBM


Pendahuluan

Seperti telah diketahui bersama, pada awal Maret tahun 2005 pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan untuk mengurangi dampak atas kenaikkan BBM tersebut pemerintah telah mengalokasikan dana hasil dari pengurangan subsidi tersebut untuk program-program pemerintah yang manfaatnya diharapkan dapat langsung dirasakan/dinikmati oleh masyarakat miskin, khususnya yang berada di kawasan kumuh, daerah tertinggal, dan perdesaan.

Untuk tahun 2005, alokasi anggaran Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM (PKPS BBM) adalah kurang lebih sebesar Rp18,5 triliun yang terbagi dalam empat bidang kegiatan, yaitu

1. Program Sumbangan Langsung Tunai;

2. Program Bantuan Pendidikan;

3. Program Bantuan Kesehatan;

4. Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan;

Pelaksanaan program/penyaluran dana kompensasi tersebut di atas diharapkan dapat dilaksanakan/disalurkan kepada masyarakat secara “tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat waktu”, sehingga tujuan pemerintah untuk mengurangi dampak atas kenaikkan BBM tersebut dapat tercapai.



Permasalahan

Dalam era globalisasi dimana kemerdekaan dan kebebasan mengakses informasi sangat mempengaruhi cara pandang dan pikir masyarakat di mana hal tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan suatu program pemerintah. 

Seperti halnya dalam pelaksanaan PKPS BBM tersebut di atas, berita-berita di media massa (elektronik maupun cetak) banyak menginformasikan adanya berita penyimpangan terhadap pelaksanaan PKPS BBM di beberapa daerah, misalnya adanya sumbangan langsung tunai yang dipotong sehingga bantuan tidak tepat jumlah diterima masyarakat, berita adanya bantuan yang tidak diterima tepat sasaran oleh keluarga miskin atau pelaksanaan pembangunan Infrastruktur pedesaan yang tidak tepat sasaran, hampir setiap hari menjadi bahan berita di media-media massa tersebut. Kondisi tersebut di atas berakibat terdapatnya opini masyarakat/opini publik yang menyatakan bahwa pelaksanaan PKPS BBM telah gagal, opini tersebut semakin kuat dengan adanya komentar beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat dan komentar beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang menurut hasil survai atau pengamatan mereka bahwa PKPS BBM disalurkan tidak tepat sasaran, tidak tepat jumlah oleh pemerintah.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah PKPS BBM telah benar-benar gagal dilaksanakan oleh pemerintah, atau kegagalan PKPS BBM hanya persepsi? Jansen H. Sinamo dan Agus Santoso dalam buku “Pemimpin Kredibel, Pemimpin Visioner: 2002, Institut Dharma Mardika,” mengemukakan bahwa opini sesungguhnya merupakan hipotesis yang masih harus diuji, atau opini merupakan hipotesis yang belum terjawab, belum terbukti. Sedangkan dalam kamus Bahasa Inggris Oxford Essential Business and Office Dictionary, Opinion adalah what one thinks about something. 

Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas tidak mudah, karena seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa di masyarakat telah ada opini bahwa PKPS BBM telah gagal dilaksanakan oleh pemerintah, walaupun pelaksanaan program sendiri belum 100% selesai dilaksanakan. Seperti dijelaskan dalam buku “Pemimpin Kredibel, Pemimpin Visioner” tersebut di atas, adakalanya opini sulit dibedakan dengan fakta. Opini sering berbau inferensi. Mengapa? Sebab, sebuah kesimpulan dapat diambil sebelum adanya pengamatan, selama berlangsungnya pengamatan, dan sesudah pengamatan itu berlangsung. Kemungkinan ini menunjukkan bahwa ”keberadaan sesuatu” bisa disimpulkan sebagai “fakta” hanya berdasarkan serangkaian asumsi yang diambil sebelum dan selama pengamatan, bukan setelah pengamatan. Jadi, terkadang opini bisa melampui fakta, melampaui keberadaan sesungguhnya.



Bagaimana Pemerintah harus menyikapi hal tersebut?

Komunikasi, adalah salah satu sarana yang tepat untuk menjembatani perbedaan pendapat antara pemerintah dan masyarakat dalam menyikapi suatu masalah. Seperti diuraikan Djoko Purwanto dalam buku Komunikasi Bisnis: 1996, Penerbit Erlangga, salah satu penyebab terjadinya miscommunication adalah perbedaan persepsi antara kedua belah pihak yang berkomunikasi (pemerintah dan masyarakat), di mana perbedaan persepsi tersebut timbul karena perbedaan latar belakang, perbendaharaan bahasa, dan pernyataan emosional. Sedangkan persepi sendiri merupakan filter atau saringan bagi rasio dan logika hati dalam membangun suatu opini. 

Oleh sebab itu, salah satu hal yang harus dilakukan pemerintah dalam kasus PKPS BBM ini adalah dengan membangun kesamaan persepsi antara pemerintah dengan masyarakat khususnya dalam hal menyimpulkan keberadaan sesuatu, dalam hal ini kesimpulan apakah PKPS BBM telah berhasil dilaksanakan pemerintah secara tepat sasaran, tepat jumlah dan tepat waktu. Kriteria terhadap ke-3 tepat tersebut harus dibangun, di mana dalam membentuk/membangun kriteria tersebut opini harus disatukan, sehingga tercapai suatu konsensus atau kesepakatan antara pemerintah dan masyarakat dimana tidak ada suatu kesimpulan (3 tepat) yang tidak ditentukan oleh kriteria.



Peran BPKP

BPKP sebagaimana visinya “Sebagai Katalisator Pembaharuan Manajemen Pemerintah”, harus meningkatkan perannya bukan hanya sebagai auditor yang hanya menguji pemenuhan suatu kriteria dan memberikan simpulan dan rekomendasi terhadap pelaksanaan sistem pengendalian manajemen yang dilaksanakan manajemen (auditan) dalam mewujudkan tujuan organisasi yang diaudit, namun harus lebih dari hal tersebut yaitu membantu manajemen dalam menetapkan suatu kriteria yang akan digunakan sebagai ukuran keberhasilan pelaksanaan suatu kegiatan. 

Dalam kasus PKPS BBM, BPKP dalam pelaksanaan audit kinerja PKPS BBM bersama dengan manajemen (auditan terkait) dalam hal ini diwakili oleh Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Masyarakat telah menetapkan bahwa kriteria keberhasilan pelaksanaan PKPS BBM sebagai berikut:

1. Tepat Sasaran, bahwa dana yang disalurkan dalam program kompensasi pengurangan subsidi BBM oleh pemerintah benar-benar diterima oleh keluarga miskin/berpenghasilan rendah sesuai dengan kriteria sasaran yang ditetapkan;

2. Tepat Jumlah, bahwa besaran bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui program kompensasi pengurangan subsidi BBM dapat diterima keluarga miskin/berpenghasilan rendah sesuai dengan jumlah yang ditetapkan;

3. Tepat Waktu, bahwa dana/manfaat yang disalurkan melalui program kompensasi pengurangan subsidi BBM oleh pemerintah telah diterima oleh keluarga miskin/berpenghasilan rendah sesuai jadwal waktu yang telah ditetapkan. 

Oleh sebab itu, kriteria di atas harus segera dikomunikasikan kepada masyarakat, sehingga pemerintah dan masyarakat dapat berangkat dalam persepsi yang sama dalam menyikapi pelaksanaan PKPS BBM. Walaupun tidak dipungkiri terkadang perbedaan pendapat oleh berbagai kalangan dianggap suatu hal yang positif, karena perbedaan pendapat terkadang dibutuhkan untuk menguji kesahihan suatu simpulan. Namun demikian, diharapkan perbedaan pendapat bukan didasarkan atas asumsi dasar (kriteria) yang berbeda, sehingga kritik yang disampaikan masyarakat kepada pemerintah atas pelaksanaan suatu program menjadi produktif bukan kontraproduktif yang justru mengakibatkan chaos/kebingungan dalam masyarakat itu sendiri yang berdampak pencapaian tujuan program justru tidak tercapai dengan optimal.



Simpulan

Perbedaan persepsi antara masyarakat dan pemerintah dalam menyikapi suatu permasalahan dapat berakibat terhadap kegagalan pemerintah dalam melaksanakan suatu program. Untuk menghindari hal tersebut pemerintah dalam melaksanakan suatu program harus membangun dan mengomunikasikan kriteria-kriteria yang menjadi tolok ukur (indikator) apakah suatu program dapat dikatakan berhasil/gagal. BPKP dalam peranannya sebagai auditor internal pemerintah harus proaktif dalam membantu manajemen (pemerintah) membangun kriteria (indikator keberhasilan program) dalam setiap program yang dijalankan pemerintah, sehingga simpulan keberhasilan pelaksanaan suatu program antara pemerintah dan masyarakat dapat beranjak atas persepsi yang sama. Dalam kasus PKPS BBM adalah PKPS BBM dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi tiga kriteria yaitu Tepat Sasaran, Tepat Jumlah dan Tepat Waktu, sesuai definisi di atas. 

Penulis adalah PFA pada Direktorat Pengawasan Industri dan Distribusi, Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian, BPKP



Daftar Pustaka:

- Jansen H. Sinamo, Agus Santoso, Pemimpin Kredibel, Pemimpin Visioner, 2002, Institut Dharma Mahardika, Jakarta

- Oxford Essential Business and Office Dictionary, 2003, Oxford University Press, New York

- Djoko Purwanto, Komunikasi Bisnis, 1996, Penerbit Erlangga, Jakarta

- BPKP, Pedoman Audit PKPS BBM Tahun 2005, Ditwas Industri dan Distribusi, Jakarta.


created by: Agus Riyanto
Artikel telah dimuat dalam Majalah Warta Pengawasan BPKP. Vol. XIII/No.1/Januari 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar